Kamis, 16 Desember 2010

BUDAYA KARAPAN SAPI ORANG MADURA

Madura memiliki kekayaan kesenian tradisional yang amat banyak, beragam dan amat bernilai. Dalam menghadapi dunia global yang membawa pengaruh materalisme dan pragmatisme, kehadiran kesenian tradisional dalam hidup bermasyarakat di Madura sangat diperlukan, agar tidak terjebak pada moralitas asing yang bertentangan dengan moralitas lokal atau jati diri bangsa. Salah satunya seni pertunjukan berupa karapan sapi. Permainan dan perlombaan ini tidak jauh dari kaitannya dengan kegiatan sehari-hari para petani, dalam arti permainan ini memberikan motivasi kepada kewajiban petani terhadap sawah ladangnya dan disamping itu agar petani meningkatkan produksi ternak sapinya.
Namun, perlombaan karapan sapi kini tidak seperti dulu lagi dan telah disalahgunakan sehingga lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Masalahnya banyak di antara para pemain dan penonton yang merupakan kewajibannya sebagai hamba Allah SWT, yakni mereka tidak lagi mendirikan shalat (Lupa Tuhan, ingat sapi). Karapan sapi memang telah menjadi identitas dan simbol keperkasaan dan kekayaan aset kebudayaan Madura.
Di sektor pariwisata, karapan sapi merupakan pemasok utama Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD), karena dari sektor ini para wisatawan mancanegara maupun domestik datang ke Madura untuk menyaksikan karapan sapi. Namun sangat disayangkan karena yang terjadi saat ini, para wisatawan mancanegara maupun domestik sudah tidak lagi mau datang untuk menonton perlombaan kerapan sapi, hal ini disebabkan karena mereka melihat adanya penyiksaan terhadap binatang dengan memberikan sesuatu benda tajam dan lainnya kepada sapi, agar sapinya berlari lebih kencang dan menjadi pemenang. Selain itu, tidak sedikit dari penonton yang menjadikan perlombaan kerapan sapi sebagai arena pertaruhan judi. Maka pantaskah budaya ini terus dilestarikan lagi, jika begini jadinya..??

Maka dengan demikian, generasi muda saat ini harus menjadi tonggak sebagai pelestari budaya daerah Madura, agar budaya yang telah ada tidak hilang atau punah dan akan terus menjadi kebanggaan bangsa. Namun budaya itu juga harus sesuai dan tidak lepas dari norma atau aturan agama Islam, sehingga tidak termasuk budaya yang tidak diperbolehkan dan haram menurut agama. Sekian dan Terima kasih.

Sabtu, 11 Desember 2010

PENDEKATAN ANTROPOLOGI

Diskripsi Masalah:
Dalam memperingati bulan Syuro (Muharrom), setiap daerah mempunyai cara tersendiri seperti di Yogyakarta misalnya. Masyarakat Yogja selalu melakukan kegiatan-kegiatan yang sudah menjadi kebudayaannya. Mereka memaknai bulan syuro sebagai bulan yang suci dan penuh rahmat. Kegiatan tersebut seperti larungan (membuang barang-barang yang dianggap sial), dan memcuci barang-barang pusaka yang dilakukan pada tanggal 1 syuro.

Pertanyaan:
Mengenai perihal kejawen di Yogyakarta.
Mendidikkah?
Perlukah dilestarikan?
Pandangan Islam?

Jawaban:
Mendidik, sebab hal tersebut merupakan kebudayaan kita yang perlu dilestarikan adanya, dan hal tersebut perlu diadakan untuk mengajari pada generasi baru tentang kebudayaan yang ada di Indonesia khususnya Yogyakarta. Selain itu menilik dari segi historisnya hal tersebut telah ada sejak dulu pada masa Walisongo dan jika hal tersebut merupakan kesalahan yang fatal menurut Islam maka para Wali pun tidak akan tinggal diam pada hal tersebut, tetapi sejarah membuktikan bahwa para Wali tidak menyalahkan hal tersebut. Sementara itu keilmuan mereka (Wali) jauh tinggi diatas kita. Namun ternyata mereka juga tidak menyalahkannya. Maka dari itu disinipun kita kelompok 5 tidak menyalahkannya. Atas dasar sebuah syair, yaitu:

فتشبهواان لم تكونوا مثلهم # ان التشا به با لرجا ل فلاح

Namun, terdapat kekurangan pada mereka yang melaksanakan hal tersebut, yaitu kurangnya sosialisasi dari mereka terhadap para generasi penerus tentang apa yang mereka lakukan. Oleh sebab itu para generasi tersebut pun hanya taqlid pada covernya saja tanpa mengetahui hal yang mendasari adanya kegiatan tersebut. Sehingga menimbulkan kesalah pahaman atau bahkan tudingan kafir/musyrik pada mereka.
Kesimpulannya, hal tersebut akan jauh menjadi lebih baik dan sempurna jikalau diketahui apa yang sebenarnya menjadi dasar, tujuan dan inti dari kegiatan tersebut. Terlebih jika dimasukkan hal-hal yang bersifat Islami, namun tanpa merusak atau merubah pada kebudayaan asli, selagi hal tersebut masih relevan. Sebagaimana disebutkan dalam satu maqolah:

المحا فظة على القديم الصا لح # وا لاخذ با لجديد ا لاصلح

Senin, 15 November 2010

Diskusi
07-11-2010

- Deskripsi Masalah ;
Di sebuah desa di Jawa Tengah terdapat jam’iyah (perkumpulan) pembacaan surat Yasin yang dilaksanakan rutin setiap Kamis malam Jum’at, disamping melakukan pembacaan surat Yasin, mereka juga mengadakan sebuah arisan yang mana hasilnya adalah untuk dibelikan sapi sebagai hewan qurban yang diperuntukkan pada 7 orang sebagai pemenang arisan. Sementara itu, setelah kegiatan tersebut berjalan lama (sembilan bulan untuk kurun waktu setahun), salah satu dari 7 orang tersebut meninggal, maka dicarikanlah ahli waris orang tersebut untuk menggantikan dan meneruskan arisan yang telah dijalani orang tersebut. Setelah dicari-cari ternyata tidak ditemukan ahli waris lain selain adiknya, maka masuklah si adik tersebut guna mengganti dan meneruskan arisan kakaknya. Namun muncul permasalahan ketika ternyata si adik tersebut adalah seorang kristiani (non muslim), sementara telah kita ketahui bahwasannya amal seorang non muslim dalam Islam adalah tidak sah dan tidak diterima.
- Masalah ;
Bagaimanakah solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut melalui sudut pandang sosial dan tanpa mengesampingkan hukum fiqhnya?
- Kelompok 5 Menjawab ;
Menurut kami, bahwa solusi yang tepat adalah tentu dengan memusyawarahkannya sesuai dengan konsep sosial yang ada,agar tidak menimbulkan perpecahan ataupun kesenjangan sosial diantara masyarakat. Jikalau si adik (orang non muslim) berkehendak untuk memberikan hartanya (yang telah dipakai sebagai iuran arisan) kepada si kakak secara cuma-cuma, maka masalah pun selesai dan si kakak tersebut berhak atas hewan qurban tersebut, namun jika si adik enggan untuk menyerahkannya, maka hak tersebut pun diberikan kepada si adik, meskipun dia adalah seorang non muslim.
Terserah penmecahannya seperti apa, hal itu bergantung pada kesepakatan bersama berdasarkan prinsip sosial, mengingat Negara kita adalah Negara kesatuan yang bermotto-kan Bhinneka Tunggal Ika.
Adapun status qurbannya adalah tetap sah meskipun didalamnya terdapapat orang non muslim, sebagaimana telah diterangkan oleh Syekh Ibrahim dalam kitab Bajuri halamn 297.

Demikian dari kami, mohon ada pembenaran jika dirasa terdapat kesalahan di dalamnya.


والله أعلم بالصواب

Sabtu, 13 November 2010

PSI

                                            
                                                 MODEL - MODEL PENDIDIKAN KRITIS

Dari beberapa pelajaran yang kami dapat, dalam model pendidikan kritis ini terdapat pengertian yang berbeda - beda dari berbagai tokoh yang diantaranya yaitu ;

 Henry Giroux

Yang mengatakan bahwa dalam pendidikan kritis itu "berfikir magic" dan juga dapat diartikan ada sebagian yang menganut ilmu natural dan menganut ilmu supranatural.

Menurut Henry dalam model pendidikan kritis memiliki tiga kesadaran, yaitu :

      ~ Kesadaran Magic ( menganggap alam sangat dekat )
      ~ Kesadaran Kritis ( penuh kecurigaan / rasa ingin tahu )
      ~ Kesadaran Naif ( secara ilmiah )

 Fazlurrohman

Dari Fazlurrohman memberikan pengertian tersendiri yakni, " Double Movement " yang artinya kembali ke masa lalu dan kembali ke masa sekarang lagi.

Dalam arti lain model pendidikan kritis ini memberikan kritik sejarah guna untuk mengetahui sejarah ilmu islam. dapat dicontohkan seperti pada zaman Rosul terdapat perbudakan, tapi bisa dihapuskan oleh Rosul sendiri.

 Seseorang bisa dikatakan kritis apabila mengetahui fakta - fakta sejarah dari masa lalu dan kembali ke masa kini.

 Fansyur Faqih

Pendapat Fansyur mengenai pendidikan kritis ini lebih mendominasi yang berarti pendidikan islam seharusnya melakukan Liberasi ( kebebasan ) untuk mengkritisi segala sesuatu.

Pendidikan islam juga dapat mengembangkan potensi seseorang ( humanisasi ) untuk bisa mengkritisi dan adanya pemberdayaan pengembangan pada seseorang tersebut ( enpainment ).

 Athiyah Al Abrosy 

Menurut Abrosy, pendidikan kritis bersifat islam Universalism yang berarti mengakui budayanya itu sendiri merupakan kebenaran dan juga menghormati orang lain.

Dari pengertian tersebut terdapat tiga bentuk untuk mengembangkan model pendidikan kritis, yakni ;

     ~ Kesetaraan
     ~ Keadilan
     ~ Demokrasi

Dalam keislaman yang universal ini memiliki berbagai ilmu semu ( ilmu titen ) atau yang disebut pseudo science.

Selasa, 26 Oktober 2010

Demikian sekelumit pembahasan tentang pengertian dan model kajian studi Islam, beranjak dari hal itu, maka disini penulis akan mencoba untuk memaparkan tentang proses atau sejarah perkembangan studi Islam di tiga wilayah, yakni di dunia Islam, dunia Barat, dan di Indonesia.
Pada prinsipnya perkembangan studi Islam tidak dapat dipisahkan dari studi lembaga dan kurikulum pendidikan Islam. Adapun dari sisi kelembagaan, perkembangan studi Islam dimulai dari model sorogan, halaqah, dan kuttab dalam suatu majlis yang kemudian berlanjut menjadi sistem madrasah dan terus berkembang seiring dengan berjalannya jaman. Mengenai hal itu, tanpa panjang kata,pertama-tama penulis akan membahas perkembangan studi Islam di dunia Islam.

A.Perkembangan Studi Islam di Dunia Islam

Yang dimaksudkan dari perkembangan studi Islam di dunia Islam bukanlah konsep pendidikan atau kajian Islam menurut teori Islam, melainkan bagaimana sejarah perkembangan kajian Islam di dunia muslim, yakni di suatu negara yang mana mayoritas penduduknya adalah muslim.
Pada fase pertama, proses kegiatan transformasi keilmuan masih berpusat di masjid-masjid dan rumah para pengajar, selain itu pendidikan juga masih bercirikan hafalan dan bersifat spiritual. Dan hal tersebut terus berlanjut sampai pada abad ke 4 hijriyah, kemudian mulai bermetamorfosis pada abad ke 5 Hijriyah kala periode dinasti ‘Abbasiyah yang disebut-sebut sebagai masa keemasan Islam.
Semenjak itu perkembangan pedidikan melejit pesat, sekolah mulai ditempatkan di gedung-gedung besar, mata kuliah pun menjadi bersifat intelektual, beberapa kota pun menjadi pusat kajian Islam, dan berbagai jenjang pendidikan juga telah tersedia. Dalam sejarah muslim dicatat sejumlah lembaga kajian Islam di sejumlah kota yang sekarang menjadi negara sendiri kemudian diuraikan sebagai sejarah perkembangan studi Islam di dunia muslim.

Ada 4 perguruan tinggi tertua di dunia muslim yakni :
1. Perguruan Tinggi Nizhamiyah Naisyapur (Baghdad, sekitar 445-an Hijriyah)
Di lembaga ini ada 4 unsur pokok antara lain : seorang mudaris (guru besar) yang bertanggungjawab pada lembaga pendidikan, muqri’ (ahli al-Qur’an) yang mengajar di masjid, muhaddis (ahli hadis), dan seorang pustakawan (bait al-maktub).
2. Perguruan Tinggi al-Azhar (Kairo, 362 H/ 972 M).
Panglima Besar Juhari Al-Siqili telah membangun Perguruan Tinggi Al-Azhar dengan kurikulum berdasarkan ajaran Syiah. Sejak didirikan Daulat Al-Ayyubiah (1171-1269 M) menyatakan tunduk kembali pada Daulat Abbasiyah di Baghdad yang kemudian mengalami perombakan dari aliran Syiah ke aliran Sunni. Perguruan Tinggi Al-Azhar pun kini masih mampu hidup dari abad ke-10 M-ke-20 dan tampaknya akan hidup selamanya.
3. Perguruan Tinggi Cordova
Cordova telah menjadi pusat ilmu dan kebudayaan yang gilang gemilang sepanjang Zaman Tengah.
4. Perguruan Tinggi Kairwan (Fez, Maroko 859 M).
Perguruan Tinggi ini dibangun pada tahun 859 M oleh seorang putri saudagar hartawan di kota Fez yang kemudian diserahkan pada pemerintah dan resmi menjadi Perguruan Tinggi dengan perluasan dan berkembang di bawah pengawasan dan pembiayaan negara.

B.Perkembangan Studi Islam di Barat

Mengenai perkembangan studi Islam di Barat terdapat dua fase, pertama adalah fase kejayaan Islam dan kedua adalah fase dimana Barat mulai berjaya, atau disebut juga dengan masa renaisance, yakni masa kebangkitan kembali, kebangkitan seni, sastra, dan pengetahuan mulai abad ke 14 – 17.
Adapun perkembangan studi Islam di Barat pada fase pertama yaitu pada masa kejayaan Islam itu tak lepas dari perkembangan studi islam di dunia Muslim. Ketika itu banyak para ilmuan dan para tokoh Barat ber-hijrah ke sejumlah perguruan tinggi, laboratori, observatorium, danpusat-pusat studi Islam guna memperdalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada di dunia muslim kala itu, kemudian berlanjut pada penyalinan manuskrip-manuskrip Islami ke dalam bahasa latin, hingga berujung pada penyerapan kebudayaan muslim oleh orang-orang tersebut.
Sedangkan untuk kontak kedua atau pada masa renaisanse yang juga merupakan fase runtuhnya Islam terdapat dua pilar perkembangan studi Islam di dunia Barat, yang pertama yaitu kedatangan muslim sebagai imigran yang dilatar-belakangi oleh alasan politik dan alasan ekonomi. Pilar kedua adalah Muslim datang sebagai penduduk asli yang terdiri dari tiga kategori, yaitu orang asli yang kemudian masuk Islam (convertion), keturunan dari muslim asli yang sudah lama berada disana, dan Muslim yang kembali menemukan agamanya, yakni dulunya Muslim kemudian murtad lalu masuk Islam lagi.
Untuk lebih jelasnya marilah kita lihat pemetaan di bawah ini.
Kontak Pertama (Masa Jaya Islam)
a.Belajar dari Baghdad & Kairo (Timur) dan Cordova (Barat)
b.Abad 13-14 M penyalinan manuskrip ke dalam bahasa latin hingga renaissance eropa (13 M).
c.Budaya muslim diserap oleh Oxford & Cambridge (Inggris), Sorbonne (Perancis) & Tubingen (Jerman).
Kontak Kedua (Kolonial-Postkolonial)
a.Muslim datang sebagai imigran :
~ Sebab Politik, yaitu adanya kesepakatan kedua Negara, yang satu sebagai penjajah dan yang satunya sebagai bekas jajahan
~ Sebab Ekonomi, yaitu untuk mencukupi tenaga buruh yang dibutuhkan Negara-negara Eropa Barat.
b.Muslim datang sebagai penduduk asli :
~ Native masuk islam, yaitu orang asli yang masuk islam (muslim) (convertion).
~ Keturunan muslim asli
~ Dulunya muslim kini balik jadi muslim, yaitu muslim yang kembali menemukan agama aslinya (rediscovery Islam of original roots).

C.Karakteristik Muslim Eropa (Barat)
~ Kelompok konfessional (muslim tulen), yaitu mereka yang melaksanakan ajaran agama islam dan menjadikannya bukan sekedar amal,tetapi juga cara hidup dan kehidupan social budaya.
~ Kelompok Believers (Islam menginspirasi, tapi tak dianggap kewajiban)
~ Kelompok Liberal (sepakat nilai-nilai Islam, sambil kritis terhadap dogma-dogmanya khususnya dalam kehidupan social dan politik.
~ Kelompok agnosticists (percaya Allah SWT, tapi tak percaya agama sebagai dasar kehidupan social budaya pada umumnya.

D.Studi Islam di Barat
Dikelompokkan menjadi 2 :
1.Berdasar dosen pengajar, yaitu tenaga pengajar yang menganut agama islam dan tenaga pengajar non-muslim atau dengan sebutan orientalis (ahli ketimuran/keislaman).
2.Berdasar Lembaga : ~ Eropa : Inggris, Perancis, Jerman, Belanda dll
~ Amerika : USA & Kanada
~ Australia

E.Karakteristik Orientalis
~ Kelompok Missionaris, yakni para sarjana barat ketika mengkaji al-Qur’an dengan memperlihatkan kelebihan dan kekurangan al-Qur’an.
Dengan para ilmuwan antara lain Johan Bouman,Jacques Jomier,Kenneth Cragg,Basetti-Sani,Claus Schedl.
~ Kelompok Akademisi
Antara lain :
1.Wansbrough (Quranic Studies)
2.John Burton (Collection of the Qur’an
3.Angelika Neuwirtj (studies toward the composition of the meccan suras)
F.Studi islam di Amerika
1.Studi timur Tengah & Timur Dekat
~ University of California Los Angeles (UCLA)
~ New York University
~ Columbia University (New York)
~ Temple University (Philadelphia)
~ Ohio State University
2.Islamic Studies
~ McGill University , Montreal Canada

G.Studi islam di Eropa
1.Inggris
~ School of Oriental and African Studies (SOAS)
~ London University
~ Oxford University
2.Belanda
~ Leiden University (Studi Islam Indonesia)
~ Utrecht University
~ Nighemen University


PENGELOMPOKAN KEILMUAN DALAM ISLAM

Secara filsafat, cara mengetahui suatu pengetahuan ada tiga:
1. Rasionalisme
Seperti yang kita ketahui, bahwa kata rasio mempunyai arti akal. Hal ini menunjukkan untuk mengetahui suatu ilmu membutuhkan akal atau imajinasi. Sesuatu dikatakan benar jika hal tersebut masuk akal.
Contoh:
2 + 2 = 4, kenapa demikian?
Karena hal tersebut masuk akal dan bersifat rasionalis.
Rasionalisme menuju pada ide, sehingga nalar tersebut bersumber dari kitab-kitab atau nash (al-Qur’an dan hadis). Dengan kata lain, corak berpikir ini lebih mengandalkan pada otoritas teks, tidak hanya teks wahyu namun juga hasil pemikiran keagamaan yang ditulis oleh para ulama terdahulu. Dengan demikian hasil pemikiran apa pun tidak boleh bertentangan dengan teks.
Menurut Amin Abdullah, ada kelemahan dalam nalar ini, yaitu ketika ia harus berhadapan dengan teks-teks keagamaan yang dimiliki oleh komunitas, kultur, bangsa atau masyarakat yang beragama lain. Biasanya, corak berpikir ini cenderung mengambil sikap mental yang bersifat dogmatik, defensif, dan apologetis . Hal ini terjadi karena fungsi akal hanya untuk mengukuhkan dan membenarkan otoritas teks. Padahal, dalam realitanya seringkali terjadi ada jurang antara yang terdapat dalam teks dengan pelaksanaannya, sebab tergantung pada kualitas pemikiran, pengalaman dan lingkungan social tempat teks tersebut dipahami dan ditafsirkan. Nalar inilah yang disebut dengan sistem epistimologi BAYANI (epistimologi adalah filsafat atau cara untuk mengetahui kebenaran). Keilmuan yang termasuk dalam nalar bayani adalah fikih, kalam, dan bahasa.

2. Empirisme
Cara empirisme ini berpusat pada sumber indrawi. Semua kejadian itu dianggap benar jika terbukti dalam kenyataannya (di lapangan).
Contoh:
Dokter dianggap bisa jika dia membuktikan atau melihatkan dilapangan bisa mengobati seseorang (paham dengan seluk-beluk penyakit ). Tidak hanya obral omong saja, tapi dalam kenyataan tidak menghasilkan apa-apa.
Empirisme menuju pada materi, sehingga nalar ini disebut nalar BURHANI. Dalam nalar ini, lebih banyak dituntut untuk menunjukkan bukti dan penjelasan tentang suatu pemahaman atau fenomena. Peran akal dalam nalar epistimologi sangat besar sebab ia diarahkan untuk mencari sebab akibat.
Bertolak dari uraian di atas, maka keilmuan yang termasuk dalam nalar burhani adalah falsafah, ilmu-ilmu alam seperti fisika, matematika, biologi, dan kedokteran, ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, psikologi, dan sejarah.

3. Intuitisme
Intuitisme adalah suatu cara yang mengedepankan naluri atau firasat (kebatinan). Intuitisme ini mengarah pada nalar IRFANI. Dalam nalar irfani dan bayani sama-sama ada analogi, namun keduanya berbeda. Analogi dalam nalar irfani didasarkan atas penyerupaan, tidak terikat oleh aturan, serta dapat menghasilkan jumlah yang tidak terbatas, sementara dalam nalar bayani didasarkan pada penyerupaan langsung. Nalar ini lebih menekankan pada pengalaman langsung, sehingga yang lebih banyak terlibat adalah rasa. Dalam irfani, suatu kebijaksanaan tidak dapat diwariskan, tapi hanya pada diri sendirilah yang dapat mengerjakan kebijaksanaan tersebut. Yang termasuk dalam keilmuan irfani adalah tasawuf dan akhlak.
Contoh:
Dikala akan terjadi gunung meletus, semua binatang turun dari gunung. Ini menunjukkan hewan mempunyai naluri yang kuat terhadap kejadian alam. Kemudian manusia menjadikannya ilmu titen (pengalaman).
Ketiga nalar inilah yang dimaksud pengelompokan keilmuan dalam islam.
1. BAYANI
2. BURHANI
3. IRFANI

Minggu, 10 Oktober 2010

PSI


PENGANTAR STUDI ISLAM
01
01-10-2010

            Kurang lebih sejak 14 abad yang lalu Islam telah diperkenalkan dan diproklamirkan oleh pembawa ajarannya. Semenjak itu pula kejayaan, kemunduran, kebangkitan, keemasan, dan keterpurukan telah dilewatinya. Sejaln dengan hal itu, perkembangan keilmuan dalam Islam pun juga telah melewati beberapa gelombang.
1. Gelombang Pengetahuan
Pada tahun-tahun pertama, keilmuan dala Islam adalah hanya berputar pada masalah klarifikasi dan tadwin (kodifikasi) dasar pengetahuan Islam, diantaranya adalah Al-Qur'an, Al-Hadits, Periwayatan Hadits, Sanad Hadits, dan Matan Hadits
2. Gelombang Ulumuddin
Istilah Ulumuddin dikembangkan oleh Al-Ghazali, pengertian Ulumuddin sendiri adalah ilmu tentang Islam, dari Islam, dan untuk Islam sendri. Bisa diartikan juga bahwa Ulumuddin itu berkonsep pada: mendekatkan pada apa yang akan terjadi. Sebagai contohnya adalah alam, ya'ni selain natural alam ada sesuatu yang gaib yang tersimpan dibaliknya, yaitu supranatural (kekuatan Tuhan).
3. Gelombang Orientalis
Yaitu studi tentang dunia timur (Islam) dari Islam namun untuk dunia barat. Orientalis sendiri mulai berkembang pada abad ke 19, dan saat ini Orientalis difungsikan sebagai pembangun komunikasi lintas peradaban.
4. Gelombang Studi Islam (dirasah Islamiyyah)
Yaitu mempelajari ilmu tentang Islam dengan menggunakan kacamata ilmiyah/modern. Sebagai contohnya adalah mengkaji hasiat madu yang menurut Rasulullah (dalam sebuah haditsnya) sangat bermanfaat dengan memakai sudut pandang ilmu modern.
Studi Islam mempunyai 3 sifat, yaitu; - Rasional (akal)
 - Empiris (indra/faktual)
 -Sistematis

02
04-10-2010

            Kembali pada pembahasan nomor 2 yaitu gelombang Ulumuddin. Sebagaimana studi Islam, keilmuan ulumuddin itu juga mempunyai 3 sifat, yaitu rasionalis, empiris, dan intuisi. Intuisi disebut juga dengan irfani, yaitu pendekatan yang bersumber pada ilham, irfani dikenal juga dengan istilah tasawuf.
            Dalam Ulumuddin ini dibahas beberapa keilmuan dalam lingkup dunia Islam. Untuk lebih jelasnya lihat pada pada pemetaan ini.
Ulumudin -- Ushul -- Fiqh (ilmu hukum)
 -- Kalam (ilmu identitas)
 -- Tasawuf (etika)

-- Furu' -- tajwid
                            -- Nahwu
-- Shorof
-- balaghah, dll.

           Ushul adalah hasil pemahaman terhadap Nash, sedangkan furu' adalah alat bantu untuk mendapatkan hasil pemahaman yang tepat
dari Nash. Ushul mempunyai tiga pembagian, yaitu fiqh, kalam, dan tasawuf.
           Fiqh adalah ilmu tentang hukum Islam yang bersumberkan dari Qur'an, Sunnah, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW. Dalam Islam terdapat empat imam madzhab yang diakui keberadaannya. yaitu Imam Maliki, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'i, dan Imam Hanbali. Steiap dari mereka mempunyai tiikal tersendiri. Imam Maliki bertipe spekulatif, Imam Abu Hanifah yang berasal dari kufah (daerah ahlu ra'yi) lebih condong pada rasionalitas atau pemikiran, Imam Syafi'i yang bertipe empiris atau qiyasiy dan Imam Hanbali yang tekstualis.
           Ilmu Kalam bisa diartikan sebagai ilmu identitas ataupun ilmu politik. Ilmu Kalam muncul semenjak peristiwa perseteruan antara kubu pembela sayyidina 'Ali dan kubu Mu'awiyah yang terkenal dalam politik perang sifin. Ilmu kalammembuat polemik politik yang tak berkesudahan,namun dengan ilmu kalam juga akan lebih memantapkan hati pada akidah Islam.

03
08-10-2010

" Islam..
  Sebuah ideologi kah?
  ataukah studi? "

          Tak dapat dipungkiri lagi bahwa mayoritas ustadz di Indonesia mengajarkan Islam sebagai sebuah ideologi, yaitu mengajarkan untuk mengikuti  pada apa apa yang diyakini oleh sang ustadz. namun berbeda halnya dengan konsep studi Islam yang sesungguhnya. Studi Islam mengajarkan ilmu pengetahuan tentang Islam. Yaitu menjelaskan semua kajian Islam, ajaran Islam, dan bahwa Islam adalah sebuah ilmu yang bisa dan boleh diketahui dan dipelajari oleh siapapun.
          Berikut adalah  3 perbedaan antara Ulumuddin dan Studi Islam.
1. Alat/ Metodologi
Yaitu dari segi cara pandang , dalam Ulumuddin metodologinya lebih condong pada hal-hal setelah kematian, sedangkan cara pandang studi Islam itu lebih banyak dari hal-hal yang bersifat ilmiyah (sebagaimana telah dibahas pada pertemuan pertama).
2. Sikap / Life Style
Dari segi gaya hidup,Ulumuddin mempunyai studi pembelajaran yang bersifat normatif ya’ni penganjuran ataupun meakukan hal yang seharusnya dilakukan. Sementara studi Islam mempunyai studi pembelajaran yang historis ya’ni bersifat apa adanya atau menceritakan apa tentang Islam melalui sejarah yang ada, dan diharapkan dala studi Islam tersebut gaya hidup manusia menjadi lebih berwawasan dan mengerti tentang Islam
3. Isi
Muatan pada ulumuddin itu membuat semakin teguh pada keyakinan, namun juga membuat tidak bisa berkembang atau bahkan mematikan fikiran. Sedangkan muatan pada studi Islam itu membuat mengerti pada bagaimana Islam secara sebenarnya, namun dibalik itu juga membut kurangnya penghayatan terhadap Islam Islam itu sendiri.
Wallahu a’lam bis Shawab